BANTENICA.ID – Kepala Pusat Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Sultan Maulana Hasanudin (SMH) Banten, Dr. Masykur berharap moderasi beragama ramah budaya lokal seharusnya mampu memposisikan penganut sunda wiwitan yakni suku Baduy di Lebak Banten secara adil dan toleran.
Sebab kata Masykur, masyarakat Baduy memiliki ruang keyakinan yang sama sebagaimana agama formal. Dalam konteks ini, Baduy seharusnya memiliki eksistensi keagamaan yang diakui dalam konstitusi.
“Untuk itu, moderasi beragama ramah budaya lokal seharusnya mampu memosisikan entitas agama Sunda Wiwitan secara adil dan toleran di dalam kehidupan umat beragama,” kata Masykur saat menjadi narasumber dalam acara diskusi yang digelar Lakpesdam PWNU Banten Bekerjasama dengan Yayasan Gerak Literasi Indonesia tentang masyarakat Baduy dengan “dari petapa yang dihormati ke warga negara biasa: pindah agamanya orang Baduy, etnisitas dan politik keagamaan di Indonesia (1977-2019)” di gedung PWNU Banten Serang, Minggu (6/9) lalu.
Masykur juga mengatakan bahwa keharusan memosikan kedudukan yang sama dalam keyakinan karena didasarkan pada UUD 1945 pasal 28E (1) dan (2) dan Pasal 29 (2) mengenai jaminan bagi setiap orang untuk memeluk agama atau kepercayaan, serta beribadah menurut agama atau kepercayaannya masing-masing.
Sedangkan dosen UNUSIA Jakarta, Amsar A. Dulmanan melihat bahwa secara keyakinan masyarakat Baduy sebenarnya memiliki konsep keyakinan seperti halnya masyarakat Muslim pada umumnya dalam mengucapkan syahadat.
“Namun, secara praktek keagamaan atau syariah berbeda dengan yang dijalankan muslim secara umum karena masyarakat Baduy memiliki ritus keagamaan yang masih tercampur dengan keyakinan Sunda wiwitan,” pungkas Amsar.