Aksi Peringatan Setahun Kematian Mahasiswa UHO Dibubarkan Polisi Dengan Helikopter

Aksi Peringatan Setahun Kematian Mahasiswa UHO Dibubarkan Polisi Dengan Helikopter
Massa Aksi peringatan setahun kematian dua mahasiswa Universitas Halu Oleo di Kendari

BANTENICA.ID– Aksi peringatan setahun kematian dua mahasiswa Universitas Halu Oleo di Kendari berujung bentrokan dengan aparat kepolisian. Sedikitnya empat mahasiswa ditangkap pada kejadian tersebut. Sejumlah elemen mengecam penanganan aksi aparat kepolisian yang dianggap berlaku sewenang-wenang dan tidak belajar dari kesalahan sebelumnya.

Ratusan mahasiswa dari sejumlah kampus dan elemen kembali melakukan aksi di Markas Polda Sulawesi Tenggara sejak Sabtu (26/9/2020) siang. Mereka melakukan aksi solidaritas peringatan setahun tragedi September Berdarah, yang membuat dua mahasiswa, Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi, meninggal. Mereka menuntut polisi bertanggung jawab terkait hal itu dan menyelesaikan kasus yang hingga saat ini belum juga jelas.

Aksi demonstrasi mahasiswa di Kendari yang tergabung dalam Aliansi September Berdarah (Sedarah) dan Keluarga Besar Yusuf-Randi diwarnai dengan manuver helikopter milik Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra), yang dikerahkan untuk membubarkan massa aksi yang berdemonstrasi di depan Mapolda.

Helikopter tersebut terbang rendah dan angin kencang dari baling-baling seketika membubarkan massa. Ban bekas yang dibakar turut padam.

Kendati demikian, upaya aparat kepolisian untuk membubarkan massa aksi menggunakan helikopter tak menyurutkan niat para demonstran. Beberapa massa mencoba melempari helikopter tersebut.

Rahman Paramai dari Aliansi Mahasiswa Sedarah mengungkapkan, aparat telah bertindak sewenang-wenang dengan melakukan pemukulan, pengusiran dengan helikopter, hingga perusakan barang mahasiswa. Seorang mahasiswa yang ditangkap bahkan dipukuli hingga buang air besar.

“Barang-barang kami selama aksi damai dengan kemah di depan Mapolda Sultra juga dirusak dan dibakar saat bentrokan tadi. Hal ini berarti polisi terus melanggar perkapolri itu sendiri. Oleh karena itu, kami menuntut Kapolda Sultra untuk mundur dari jabatannya,” ucap Rahman.

Padahal, lanjut Rahman, Pasal 28 Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum melarang sikap arogansi kepada massa aksi, terlebih pada kelompok aksi kategori hijau. Pasal di atas juga melarang polisi untuk membalas melempar demonstran dan menangkap dengan kekerasan. (Heris)

 

Tinggalkan Balasan