BANTENICA.ID – Subdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Ditjen Pendis Kementerian Agama RI kembali menggelar diskusi virtual Tadarus Litapdimas seri ke-21 Selasa (22/9).
Tadarus Litapdimas seri ke-21 itu mengambil tema “Menguak Teks, Tradisi, dan Otoritas Keilmuan”.
Direktur Pendudikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Suyitno, M.Ag. mengatakan karya ilmiah dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, seperti disertasi, selama ini jarang dikenal publik.
Menurutnya, sebagian besar disertasi hanya bermanfaat untuk penulis dan sebagian kecil akademisi yang hadir saat promosinya saja, padahal tidak sedikit kajian keislaman di PTKI melalui disertasi dapat dimanfaatkan masyarakat juga. Seperti 3 (tiga) disertasi yang dipresentasikan dalam acara rutin direktorat PTKI setiap hari Selasa selama masa pandemi Covid-19. Salah satu kemanfaatan itu melalui diseminasi hasil riset disertasi di lingkungan PTKI.
“Hasil disertasi atau riset harus memiliki dua fungsi yaitu menjawab persoalan akademik yang ditelitinya dan dapat bermanfaat, memberi solusi bagi masyarakat”, kata Suyitno saat membuka acara secara virtual.
Dalam Tadarus Litapdimas yang berasal dari klaster bantuan penelitian afirmasi program pascasarjana di PTKI ini menghadirkan 3 pembicara, Dr. Zunly Nadia, M.A., M.Hum., Dr. Awal Muqsit, Lc., M.Phil, dan Dr. Ade Fakih Kurniawan, M.Ud.
Dosen dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAISPA) Yogyakarta Zunly Nadiam empresentasikan mengenai “Sahabat Perempuan dan Periwayatan Hadits; Kajian atas Subyektifitas Perempuan dalam meriwayatkan Hadits” .
Menurutnya, ada lima kategori yang dipilah dalam subyektifitas sahabat perempuan dalam periwayatan hadits, yakni peran dan ideologi politik, aktifitas, profesi, rumah tangga Nabi Saw, dan hadits misoginis.
Zunly menemukan 7.761 hadits yang diriwayatkan Sahabat Perempuan dalam kitab hadits. Jumlah itu setidaknya dapat memberikan rujukan bagi masyarakat muslim bahwa keterlibatan perempuan dalam ruang publik dapat menyelesaikan persoalan-persoalan kemasyarakatan yang selama ini dianggap masih tabu.
“Upaya untuk mengembalikan posisi perempuan bukan dengan membatasi peran mereka di ruang pubilik, tetapi justru memberi kesempatan, keamanan, kenyamanan di ruang publik seperti para perawi Sahabat Perempuan,” terangnya.
“Memposisikan perempuan di publik bukan sebagai objek, tetapi sebagai subyek, peran perempuan secara sosial dan intelektual yang bisa memberikan kontribusi nyata,” tegasnya dengan menyebut sumber primer dari kitab hadits-hadits Thabaqat I-VII.
Berdasarkan data tersebut, Zunly menggaris bawahi, bahwa perawi hadits perempuan itu terbanyak pada masa Nabi Muhammad Saw. Perempuan perawi hadits atau intelektual publik semakin sedikit pasca era Nabi Muhammad Saw.
Di antara nama-nama sahabat perempuan itu Aisyah bint Abu Bakar, Hindun bint Abi Umayah, Asma’ bint Abu Bakar, Hafsah bint Umar, Nusaibah nint Ka’ab, dan Fathihah bint Abi Thalib.
Panelis lain yang presentasi adalah Ade Fakih Kurniawan (UIN SMH Banten), berjudul Cultural Negotiation, Authority, and Discursive Tradition: The Wawacan Seh Ritual in Banten. Dan Awal Muqsith dari UIN Alauddin Makassar berjudul “Konsep Bernegara Masyarakat Bugis dalam Lontara Latoa: Tinjauan Filsafat Politik Islam”.
Sebagai pembahas, Direktur Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Phil. Asep Saefuddin Jahar, M.A mengapresiasi tiga karya disertasi yang dipresentasikan yang menurutnya sangat menarik baik dari segi kajian teks maupun konteksnya.
“Ketiganya, jika dibuatkan level itu sudah sejajar dg kajian disertasi di universitas Barat atau Eropa.”
Diskusi selama kurang lebih 2 jam secara online itu dipandu oleh Kasi Penelitian dan Pengelolaan HKI, Dr. Mahrus. Antusiasme peserta diskusi luar biasa, hingga berakhir acara yang ditutup oleh Dr. Suwendi, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat PTKI.