BANTENICA.ID- 30 September menjadi hari gelap untuk pergerakan dan perjuangan perempuan di Indonesia. Peristiwa ini dikisahkan sebagai sejarah genosida terbesar kedua di dunia setelah Nazi. Tercatat satu juta jiwa manusia dibunuh, menurut keterangan Letkol Sarwo Edi Wibowo menyebut kurang lebih tiga juta jiwa diciduk, dipenjarakan, disiksa secara fisik bahkan dihilangkan paksa. Mereka diduga menjadi simpatisan, bagian atau anggota yang dituduh sebagai orang-orang yang bersinggungan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) salah satu organisasi perempuan underbowyang turut ditumpas pemerintah Indonesia. Berbagai kecaman dan tuduhan menjadi stigma abadi kepada Perempuan Gerwani bahkan hingga keturunannya. Goresan sejarah yang sangat hitam terhadap Gerwani oleh rezim Soeharto kala itu. Rezim Soeharto sebagai subjek yang seharusnya bertanggung jawab penumpasan gerakan perempuan yang menjadi tonggak feminisme di Indonesia.
Penjelasan dari buku-buku sejarah yang dibuat oleh para penguasa Orde Baru sangat tidak masuk akal, membohongi dan mendiskriminasi para anggota Gerwani. Sampai sekarang kita tahu bahwa para penyintas Gerwani distigma sebagai Eks Tapol. Tiga puluh dua tahun pemerintahan Orde Baru telah banyak menumpas perjuangan aktivis perempuan.
Gerwani: Lahirnya Gerakan Perempuan Progresif di Indonesia.
Gerwani berawal dari Gerakan Wanita Indonesia Sedar atau disingkat Gerwis. Gerwis berdiri pada 4 Juni 1950 yang dipelopori oleh S.K Trimurti bersama beberapa pejuang perempuan, terutama yang pernah melakukan gerilya pada Agresi Militer II. Gerwis adalah fusi dari enam organisasi perempuan, yakni Rukun Puteri Indonesia (Rupindo) dari Semarang; Persatuan Wanita Sedar dari Bandung, Persatuan Wanita Sedar dari Surabaya, Gerakan Wanita Indonesia Kediri (Gerwindo), Perjuangan Puteri Republik Indonesia dari Pasuruan, dan Persatuan Wanita Sedar dari Madura. (Amurwani Dwi Lestariningsih, Gerwani:Kisah Tapol Wanita hal:35). Para anggota Gerwis berasal dari latar belakang sosial yang berbeda-beda, banyak di antaranya dari keturunan priyayi rendah, tetapi mereka ikut terjun dalam gerakan nasional. Pada awalnya perkumpulan pergerakan memang dipelopori oleh kalangan perempuan menengah keatas, namun seiring berjalannya waktu seperti yang dijelaskan mereka merangkul dari golongan priyayi. Banyak dari mereka yang ikut serta dalam perang gerilya melawan Jepang dan Belanda. Kaum perempuan yang tergabung dalam Gerwis mempunyai landasan atau dasar pemahaman, keyakinan bahwa kaum perempuan harus sadar tentang politik serta kaum perempuan memiliki kepentingan dalam perjuangan anti penjajahan.
Adanya berbagai macam organisasi perempuan dengan tujuan yang berbeda akan melemahkan pergerakan perempuan. Dalam pertemuan tersebut juga diputuskan untuk mengajak organisasi perempuan lainnya yang mempunyai tujuan yang sama dengan ketiga organisasi itu untuk berfusi. Tanggal 3-6 Juni 1950 diadakan kongres di Semarang. Kongres tersebut menghasilkan sebuah pembentukan organisasi baru yaitu Gerakan Wanita Sedar (Gerwis). Dalam kongres itu juga dibentuk pengurus besar sementara Gerwis, dipilih sebagai Ketua Tri Metty, Ketua II Umi Sardjono, Ketua III S.K Trimurti dan Sekretaris Sri Koesnapsiyah. Gerwis didirikan atas dasar pengertian dan keyakinan bahwa wanita mempunyai kepentingan dalam perjuangan anti penjajahan yang bersifat imperialis dan kapitalis. Asas dari Gerwis adalah kekeluargaan dan persaudaraan yang sempurna dalam masyarakat, yang berlandaskan Pancasila. Menurut paham Gerwis, Pancasila yang sesungguhnya tidak dapat berkompromi dengan imperialis dan kapitalis. Gerwis mempunyai tujuan yakni tercapainya masyarakat yang bebas dari perbudakan dan penindasan, antara orang dan orang, golongan dan golongan, bangsa dan bangsa, sehingga tercipta kekeluargaan yang sejati.(Saskia Eleonora Wieringa, Penghancuran Gerakan Perempuan, Politik Seksual di Indonesia Pascakejatuhan PKI,hlm. 215).
Setelah berdirinya Gerwis, para anggotanya di daerah untuk menggerahkan rakyat menuntut terbentuknya negara. Awal berdirinya Gerwis hanya membuat program kerja yang sederhana yaitu membuat kaum perempuan sadar terhadap politik. Gerwis mendekatkan diri dengan kaum perempuan miskin dengan kegiatan utama seperti pertemuan-pertemuan rutin, ceramah, serta rapatdan arisan. Didirikannya 52 tempat kursus-kursus keterampilan dan kursus pemberantasan buta huruf, 29 kursus penyandang cacat dan 17 tempat kursus bagi kader-kader, serta didirikannya sekolah taman kanak-kanak (TK Melati). 1951 merupakan tahun yang sibuk untuk Gerwis membenahi internalnya. 1952 organisasi Istri buruh Kereta Api (IBKA) menyatakan diri bergabung dengan Gerwis kemudian diikuti oleh organisasi Persatuan Wanita Indonesia dari Manado (Perwin) yang bergabung dengan Gerwis tahun 1953. Tertariknya beberapa organisasi bergabung dengan Gerwis karena mereka melihat oleh perjuangan yang dilakukan Gerwis demi kepentingan rakyat kecil terutama kaum perempuan. Dalam Kongres II Gerwis yang dilaksanakan pada tahun 1954 terjadi perubahan nama Gerwis menjadi Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), yang telah disepakati pada Kongres I. Umi Sardjono terpilih sebagai Ketua Gerwani. Sejak saat itulah Gerwani resmi menjadi organisasi wanita yang berorientasi pada penggalangan massa seluas-luasnya dan berjuang demi hak-hak wanita dan anak-anak. Salah satu dokumen penting yang dihasilkan dalam Kongres II adalah tujuan dan tugas Gerwani. Tujuan dan tugas Gerwani memuat petunjuk tentang cara-cara kaum wania mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin tinggi dan hak-hak kaum wanita. Dalam anggaran dasarnya, Gerwani sebagai organisasi massa menyatakan bahwa Gerwani adalah organisasi wanita yang bergerak dalam bidang pendidikan dan perjuangan yang tidak menjadi bagian dari partai politik apa pun.
bangkitlah gerwani2 Indonesia #SahkanRUUPKS
Mari lanjutkan semangat pergerakan perempuan Indonesia, untuk kehidupan yang adil dan setara.