BANTENICA.ID – Euforia masyarakat Indonesia sangat luar biasa setelah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berhasil menciduk buronan setengah triliun Djoko Tjandra di negri Jiran, Malaysia pada tanggal 30 Juli kemarin. Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo yang memimpin penangkapan tersebut dengan strategi oprasi senyap yaitu police to police sontak menjadi terkenal dan sering muncul diberbagai media maintream. Bahkan, tak jarang keberhasilan Komjen Sigit dikaitkan dengan singgahsana tertinggi Kapolri untuk menggantikan Idham Azis.
Dalam hal ini kinerja Polisi boleh, bahkan patut diapresiai, setidaknya, keraguan masyarakat terhadap penegak hukum tentang bagaimana mereka menangani kasus-kasus kriminal yang tergolong level gajah akhirnya bisa sedikit tersisihkan dengan proses penangkapan Djoko Tjandra. Tapi belum bisa disebut dengan prestasi, karena drama panjang pelarian Djoko Tjandra tidak akan berjalan lancar tanpa campur tangan salah satu Jendral polisi yang sudah dicopot pada tanggal 16 Juli lalu. Menurut ICW masih ada 39 buron yang belum tertangkan dan diadili di negri kita tercinta. Ini menjadi catatan penting untuk masyarakat indonesia sekaligus catatan hitam yang belum terselesaikan untuk penegak hukum negara kita. Jadi tidak heran kalau ada diktum yang selalu diucapkan oleh masyarakat bahwa hukum di Indonesia tajam kebawah, tumpul keatas
Sebelas tahun dalam pelarian, pengusaha yang asetnya sudah menggurita diberbagai negara itu, bahkan nama besar Djoko Soegiarto Tjandra tercantum dalam dokumen finansial yang bocor yaitu Mossack Fonseca, ditemukan melalui investigasi wartawan global Internasional Consurtium of Investigative Journalist yang mengungkapkan keberadaan perusahaan di kawasan surga pajak (offshore companies) yang dikendalikan perdana menteri dari Islandia dan Pakistan, Raja Arab Saudi, dan anak-anak Presiden Azerbaijan. Nama Djoko Tjandra berjejer dengan nama-nama orang besar seperti Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Dengan dokumen tersebut dapat diketahui bahwa hubungan bisnis Djoko Tjandra sudah menglobal, sudah pantas dia disebut dengan salah satu aktor globalis yang dimiliki Indonesia. Jadi tidak aneh kalau proses penangkapanyapun terkesan istimewa, dijemput dengan pesawat pribdai dan ditempatkan diruang VVIP bandahara Halim perdana kusuma.
Djoko Tjandra memainkan peranya dengan apik sebagai DPO, keluar-masuk negara dengan mulus, bahkan penuh pengawalan. Tidak mungkin seorang Djoko Tjandra dapat melakukan aktingnya seorang diri. Pasti ada suporting system atau pihak lain yang ikut terlibat didalamnya. Bagaikan pesta besar di tengah malam, pasti ada pihak yang mengatur surat izin kegiatan, menyiapkan peralatan yang diperlukan, membisikan info dan kebutuhan yang diperlukan oleh aktor utama. Meskipun salah satu petinggi Polri sudah dicopot karena keterlibatan dalam pelarian Djoko Tjandra, hal itu dirasa masih belum cukup. Akan tetapi semua Lembaga seperti kepolisian, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM (Dirjen Imigrasi) dan Badan Intelejen Negara harus dievalusi secara total untuk membongkar mafia-mafia yang selam ini melecehkan hukum Negara kita tercinta, Indonesia. Oleh: Ahmad Safarudin | Kabid 2 PMII Cabang Ciputat)