Menggali Kuburan Tradisi Di Tangerang

Menggali Kuburan Tradisi Di Tangerang

Bantenica.id – Penggalian dan pelestarian tradisi yang hampir punah pada tahun 2018 telah dilakukan oleh Paguyuban Balaraja yang saat itu mendapat amanah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk pementasan kesenian tradisional Balaraja. Singkat cerita, tampillah anak-anak SLTA yang berada diseputaran Balaraja mementaskan Angklung Buhun dari Kresek, Terbang Nyi Mas Malati dari Sukamulya, Karindingdari Balaraja, dan Beduk Lojor dari Gunung Kaler, tempat pementasan pertigaan depan Pasar Balaraja. Tentu saja, pentas seni ini agar asik dinikmati orang-orang zaman kiwariditampilkan pula pementasan kesenian yang bisa menghiburbocah-bocah milenial. Ditampilkan pula kesenian kreasi masa kininya.

Stop sampai di sini tentang kesenian zaman baheula? Oh, tentu tidak. Dari obrolan dengan para tetua mereka bertutur, bahwa dulu ada tarian baksa yang sering dipentaskan oleh masyarakat Balaraja dan sekitarnya. Dicarilah siapakah tokoh kesenian tradisional di Tangerang. Singkat cerita setelah sekian lama pencarian, akhirnya, kami dipertemukan tokohpenggali dan koreografer tari baksa, tahun 90-an, Bapak Uci Sanusi. Beliau pensiunan PNS Dinas Kebudayaan Kota Tangerang.

Asal-Usul Tari Baksa

Nah, dari mulut beliaulah meluncur banyak kekayaan tradisi Tangerang yang saya yakin bagi telinga generasi muda sangat asing. Di telinga saya pun masih asing mendengar beberapatradisi baru. Kalau boleh disebutkan selain Tari Baksa, ada Tari Papacal, Tari Kaulinan Anak, Silat Pating Tung, Tradisi Sedauh, Tradisi Sedekah Bumi, Bendrongan, Seni Bangsawan, dan satu lagi Kerampung (Karinding dan Celempung).

Agar fokus tujuan dan keterbatasan ruang tulisan. Tulisan ini cenderung mempertajam mengenai tarian baksa yang pernah tumbuh di Balaraja dan sekitarnya.

Menurut keterangan Uci, Baksa berasal dari dua suku kata, Bak dan Sa. Bak artinya alat untuk menampung air kalau dulu terbuat dari kayu, sering juga dinamai dulang. Dulang jika di tatar Sunda berfungsi sebagai tempat untuk mengipas-ngipasi nasi panas yang baru diangkat sebelum dipindahkan ke sangku, tempat penyimpanan nasi siap saji. Adapun Sa, berasal dari kata selaksa, yang berarti sepuluh ribu (10.000).Jelasnya, Baksa itu sebuah bak yang diisi oleh air dan uang receh sebanyak selaksa atau sepuluh ribu (dalam pengertian luas diisi air dan uang receh sebanyak-banyaknya).

Menurut Uci, ngebaksa, nama panggilan untuk tari baksa, dulu biasa dilakukan oleh masyarakat Balaraja dan sekitarnya. Di saat tarian ini dipentaskan oleh Uci pun sudah hilang di tengah-tengah masyarakat. Berkat kegigihan, ketelatenan, dan minat yang luar biasa dirinya yang terus-menerus menggali, mencoba dan mewujudkan menjadi nyata. Akhirnya, baksa,ditemukan dari seorang lelaki tua yang tinggal di KemantrenKemeri, Kabupaten Tangerang. Atas petunjuk awal kolegakerjanya di Kecamatan Rajeg, Haji Mursalim.

Menurut keterangan Uci, ngebaksa di era akhir tahun 80-an saja hanya tinggal cerita di Kewedanaan Balaraja, waktu itu. Dengan dasar petunjuk lelaki tua—Uci pun lupa namanya—dus beliau ingat-ingat pengalaman pernah jadi pengantin baksa dan tontonannya semasa remaja. Akhirnya berhasillah dipagelarkan tarian Baksa sepanjang pertengahan tahun 90-an.

Perjalanan panjang dan pencarian Uci juga akhirnya menghasilkan sinopsis Tarian Baksa. Namun sayang, naskah sinopsis tarian tersebut terbakar. Penulis melihat langsung bahkan ikut mencarikan sisa-sisa dokumen bekas yang telahterbakar di sebuah tas yang diperlihatkan beliau—ansich.Untung, masih ada dua foto tersisa saat pementasan Tari Baksa di Gedung Golkar Kota Tangerang.

Dari cerita beliau, sebenarnya, Tari Baksa yang tumbuh di Tangerang umumnya sebagai Tari penyambutan pengantin anak sunat. Tarian ini kemudian atas masukan dari mahasiswa ASTI Bandung dikreasikan sehingga pengantin ditempatkandi atas kursi kemudian di arak keliling. Padahal aselinya, pengantin sunat dalam tarian Baksa hanya diais atau digendong oleh lelaki yang berpenampilan wanita.

Adapun kreasi mahasiswa ASTI Bandung saat itu diilhami oleh Tarian Kuda Ronggeng dan Sisingaan dari Sumedang dan Subang. Alasannya, Kedua tarian tersebut sedang hits dimana-mana tak terkecuali di Tangerang. Atas kesepakatan para kru Sanggar Gentra Budaya disesuaikanlah dengan yang sedang hits di saat itu. Dengan tujuan, menunjukkan ke dunia luar bahwa Tangerang pun punya Baksa sebagai Tarianpenyambutan pengantin Sunat.

Tinggalkan Balasan