Polemik Perampingan Regulasi Investasi Vs Hak-Hak Buruh

Polemik Perampingan Regulasi Investasi Vs Hak-Hak Buruh
Buruh Tolak Omnibus Law

BANTENICA.ID- Pembentukan Omnibus law oleh pemerintah didasari oleh rumitnya permasalahan perizinan yang ada di Indonesia. Terkait laku investasi, perizinan yang rumit menjadi penghambat utama dan ditakutkan para investor yang akan berinvestasi di Indonesia.

Pemerintah tidak tanggung-tanggung dalam merevisi atau mencabut undang-undang dalam bendera Omnibus law. Setidaknya ada 82 undang-undang dan 1.194 pasal yang akan direvisi dalam membentuk Omnibus law Cipta Lapangan Kerja. Omnibus law Cipta Lapangan Kerja akan mencakup sekitar 11 kluster dari mulai penyederhanaan perizinan, ketenagakerjaan, investasi hingga proyek pembangunan pemerintah.

Sebetulnya pembentukan Omnibus law bukanlah hal yang dilarang. Melihat kondisi Indonesia yang tumpang tindih akan regulasi, maka dari itu perampingan atau penyederhanaan regulasi itu perlu dilakukan. Namun, bukan berarti ketika Omnibus law ini dibentuk tidak akan menimbulkan problematika yang lain. Di dalam Omnibus law ketentuan seperti izin lokasi, izin mendirikan bangunan (IMB) dan izin terkait analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang mana biasa dijadikan syarat mutlak investasi akan dikaji ulang, bahkan disebut akan dihilangkan.

Nawacita yang dibangun dari pembentukan Omnibuslaw berdasarkan kesejahteraan bangsa, pemerataan ekonomi. Namun dari beberapa sektor dalam prosesnya Omnibuslaw juga memiliki masalah yang terkesan tidak dibuka di depan publik. Dalam prosesnya publik tidak diberikan ruang untuk menyumbangkan gagasan-gagasan terbaik untuk kemajuan bangsa ini yang akan dituangkan dalam Omnibuslaw. Pembentukannya yang terkesan dikebut Oleh DPR, pemerintah pun menggunakan fungsinya dalam pendekatan legitimasi ke hadapan publik sebagai bentuk informasi utuh. Publik tidak diberikan ruang khusus untuk sama-sama mengkaji gagasan Omnibuslaw ini.

Omnibuslaw ini juga dianggap masih bersifat sektoral, tidak menyeluruh. Semangat perampingan regulasi yang dilakukan memiliki indikasi untuk menguntungkan segelintir pihak saja. Seharusnya ketika regulasi akan dirampingkan, regulasi juga harus dibatasi. Sehingga perampingan regulasi selaras dengan pembatasan regulasi, dengan begitu kedepannya tidak akan ada penyelewengan kekuasaan yang akan merugikan masyarakat luas.

Merah Johansyah (Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang) menuturkan bahwa pembentukan Omnibuslaw ini cukup mengkhawatirkan, keberadaan masyarakat adat akan terancam, kekayaan dan kearifan lokal juga terancam. Dan yang paling mengerikan dari Omnibuslaw ini akan mengakibatkan lahirnya tersangka-tersangka baru ketika mereka nantinya mempertahankan tanah kelahiran mereka sendiri dari eksploitasi yang disebabkan dari ketidakjelasan aturan yang ada dari Omnibuslaw tentang AMDAL, IMB, dan Perizinan lainnya.

Geliat penolakan terhadap Omnibuslaw juga hadir dari kalangan buruh. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) membeberkan alasan mengapa para buruh menolak adanya Omnibuslaw.

Mereka menganggap Omnibuslaw ini merugikan dan tidak manusiawi. Pertama, RUU Ciptaker menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK).
Kedua, pemangkasan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

Ketiga, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup. Keempat, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang menurut KSPI bakal menjadi masalah serius bagi buruh. Kelima, jam kerja yang eksploitatif atau tanpa batas jelas dinilai merugikan fisik dan waktu para buruh .

Keenam, penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti. Protes ini juga disampaikan oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan yang menyebut salah satu pasal di klaster ketenagakerjaan menyebutkan secara jelas bahwa perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar upah buruh perempuan yang mengambil cuti haid secara penuh.

Ketujuh, terancam hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup. Dari setiap problematika yang ditimbulkan dari munculnya Omnibuslaw ini. Diharapkan pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat mempertimbangkan asas kemanusiaan dan kebermanfaatan. Dalam proses seseorang bernegara ada unsur menjaga dan melindungi antar sesama anak bangsa. Jika memang Omnibuslaw diciptakan atas dasar percepatan ekonomi dan perampingan regulasi, diharapkan juga kebermanfaaan Ombibuslaw bisa dirasakan setiap elemen bangsa, bukan hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok saja.

Oleh: Taufik Hidayat (Kader PMII Komfakda Cabang Ciputat)

Tinggalkan Balasan