Oleh: Sansan Redi Taufik
Sejak mencuatnya kasus pertama Covid-19 bulan Februari lalu juga setelah ditetapkannya Permenkes nomor 9 tahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar, kampus diliburkan dan melaksanakan proses belajar mengajar daring. Dengan metode daring, mahasiswa akhirnya kehilangan interaksi sosial dan kehilangan “keistimewaan” kampus yang biasa dirasakan dalam proses belajar konvensional.
Hal itu diungkapkan oleh Sansan Redi Taufik selaku Ketua Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan dan Pemuda HMI Cabang Bandung melalui tulisannya yang dikirimkan ke radaktur bantenica.id.
“Dengan hilangnya interaksi sosial, maka bentuk assosiatif dan disasosiatif yang khas dalam keberlangsungan diskursus intelektual tidak akan dirasakan. Di sisilain, sejak fenomena pembelajaran daring berjalan, maka keistimewaan kampus berupa fasilitas pembelajaran konvensional seperti perpustakaan, fasilitas kelas, labolatorium, taman, kantin dan semua hal yang biasa dipakai di kampus secara otomatis tidak di gunakan”.
Selain masalah tersebut, Sansan pun beranggapan bahwa pemerintah pintar mengambil kesempatan untuk mengeluarkan kebijakan saat pandemi melanda seluruh pelosok Negeri.
“Dengan adanya Covid-19 ini, pemerintah pintar mengambil kesempatan untuk membuat banyak kebijakan, karena ia bisa leluasa mengeluarkan kebijakan tanpa harus takut diawasi oleh mahasiswa” tutur sansan dalam keterangan tertulisnya.
Selain itu, negara seolah-olah mengambil kesempatan untuk mengeluarkan berbagai kebijakan yang kontroversial dari mulai mengeluarkan PERPPU No. 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas System Keuangan Untuk Penanganan Pandemic Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas System Keuangan, di sudut senayan legislatif memutuskan untuk tetap melanjutkan pembahasan 50 RUU yang masuk kedalam Prolegnas Prioritas 2020, termasuk RUU Omnibus law Cipta Kerja, Pengesahan RUU Minerba, dan masih banyak kebijakan lainnya seperti RUU HIP, RUU KUHP, RUU KPK dan kebijakan lainnya.
Dia melanjutkan, terdapat banyak kejanggalan dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut seperti dalam PERPPU No. 1 Tahun 2020 dan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
“Misal seperti dalam PERPPU No. 1 Tahun 2020, terdapat celah yang dapat digunakan untuk penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan karena apapun yang dilakukan oleh pemerintah dengan dalil untuk menangani Covid-19, tidak akan bisa di gugat meskipun terdapat kerugian materil, juga dalam omnibuslaw cipta kerja yang dirasa tidak memanusiakan buruh dengan meliputi permasalahan system outsorcing, kontrak kerja, cuti hamil dan etika dasar sosial lainnya, juga yang pasti lebih condong kepada investor asing dan lebih mengarah kepada perbudakan modern”, ungkapnya.
Wakil Presiden Mahasiswa UNJANI 2018 ini juga menambahkan pandangannya menganai UU Minerba yang baru disahkan dan berpotensi bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 Ayat 3 yang menyebutkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
“Atau seperti dalam UU Minerba yang Investor Friendly karena kenyataannya lebih menguntungkan para investor dengan mempermudah segala bentuk izin usaha dan penjaminan batas waktu operasi yang begitu lama. (hal) Itu kan berpotensi bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 ayat 3”, sambung Sansan dalam keterangan tertulisnya.
Hilangnya keistimewaan kampus di tengah terpuruknya kondisi ekonomi dan banyaknya kejanggalan dan ketidak selarasan kebijakan pemerintah yang dikeluarkan, dia mengharapkan kesamaan rasa dan nasib yang dirasakan bisa memantik kesadaran seluruh elemen masyarakat terutama mahasiswa untuk mempertanyakan kejanggalan dan melawan ketidak adilan yang telah pemerintah lakukan.
“Kehilangan keistimewaan dalam kelangsungan aktifitas pendidikan merupakan hal yang dirasakan oleh seluruh mahasiswa. Penyesuaian biaya UKT/SPP mahasiswa dengan fasilitas yang didapatkan terlebih di tengah terpuruknya kondisi perekonomian sudah seharusnya direalisasikan. Selain itu, berbagai kejanggalan dan kesalahan serta kegagalan pemerintah dalam mengelola negara perlu mendapat perhatian serius dari mahasiswa. Maka sudah waktunya mahasiswa bersatu bangkit dari kampus untuk melawan ketidak adilan dan penindasan serta mewujudkan normal yang sesungguhnya”. Tutup Sansan Redi Taufik.