Oleh: Yeyet Rohilah
Hari raya Idul Adha biasanya lebih dikenal dengan ritual kurbannya, yang merupakan bentuk kepasrahan seorang hamba kepada Allah SWT. Saat itu nabi Ibrahim berkurban dengan menyembelih putranya Ismail AS, yang kemudian diganti dengan seekor Domba oleh Allah SWT.
Perayaan Idul Adha selama ini lebih dikenal sebagai manifestasi ketulusan berkurban sebagai refleksi perjuangan Nabi Ibrahim bersama Putranya Ismail, padahal dibalik semua itu ada juga peran Siti Hajar yang tidak boleh kita lupakan. Siti Hajar lah yang membesarkan Ismail kala ditinggal suaminya Ibrahim dipadang pasir nan tandus.
Siti Hajar lah yang berjuang mencari mata air berlari dari bukit safa dan marwah untuk anaknya Ismail AS.
Namun ritual kurban sebagaimana yang dilakukan Ibrahim AS selama ini lebih dikenal dibanding pencarian mata air oleh Siti Hajar untuk Ismail AS sekalipun momentum tersebut diabadikan dalam Ibadah haji yaitu sa’i. Hal ini menunjukan bahwa tindakan yang dilakukan perempuan dilihat sebagai hal yang biasanya saja.
Padahal Ibrahim dan Hajar adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu kita harus melihat segala sesuatu dengan adil bahkan sejak dalam pikiran.
Kita harus melihat bahwa Idul Adha bukan hanya tentang pengorbanan Ibrahim dan Ismail, namun juga tentang hajar seorang perempuan tangguh dan Istri Ibrahim, serta seorang Ibu untuk Ismail yang tanpa putus asa mencari sumber mata air untuk keberlangungan hidup anaknya, seorang ibu yang juga merelakan anaknya dikurbankan atas ketundukan terhadap Allah SWT.
Karenanya kita tidak boleh menafikan pengorbanan dan perjuangan, serta peran yang dilakukan Siti Hajar. Apa yang dilakukan Siti Hajar adalah hal yang luar biasa. Jadi jangan hanya mengagumi pengorbanan Nabi Ibrahim, namun juga ( kagumi) pengorbanan Siti Hajar.
Idul Adha mengajarkan kita ikhlas layaknya Ibrahim dan Hajar, karena sebenarnya yang dikurbankan oleh Ibrahim dan Hajar bukanlah Putranya, melainkan rasa kepemilikannya terhadap Nabi Ismail AS.
Ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu yang kita miliki didunia ini hayalah titipan dari Allah SWT. Maka kitapun perlu belajar untu Ikhlas ketika semua harus kembali kepada pemiliknya, serta menjaganya dengan baik selagi masih dititipkan oleh Allah kepada kita.
Setiap Kita adalah Ibrahim dan Hajar, dan Setiap Ibrahim dan Hajar pasti memiliki Ismail.
Ismail yang kita miliki bisa jadi berupa harta, jabatan, kepintaran, prestasi, keluarga, seseorang yang paling kita cintai, atau hal yang kita pertahankan didunia ini, yang semua itu akan kembali kepada pemiliknya dan kita harus ikhlas merelakannya.
Syuka tulisannya..menghidupkan kembali peran perempuan..